Pernahkah mendapati buah hati menangis kencang dibarengi teriakan histeris bahkan berguling-guling? Jika pernah, perilaku anak seperti ini disebut dengan istilah tantrum yang diketahui menjadi bagian dari tumbuh kembang anak-anak. Meskipun begitu, para orangtua wajib tahu cara menghadapi anak tantrum agar bisa menghadapinya tanpa emosi.
Apa Itu Tantrum pada Anak?
Tantrum adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan kondisi dimana anak menunjukan ledakan emosi dan terjadi pada anak-anak yang memiliki masalah emosional. Biasanya ditunjukan anak dalam bentuk tangisan kencang, teriakan, berguling-guling di lantai, menyakiti diri sendiri seperti menjambak rambut, dan sebagainya.
Tantrum menurut berbagai hasil penelitian merupakan bagian dari tumbuh kembang anak-anak, sama seperti berjalan dan berbicara. Hanya saja, saat anak mengalami tantrum banyak orangtua yang kebingungan menghadapinya dan rentan melakukan kesalahan. Tantrum yang dialami anak bisa terjadi karena banyak hal dan kemudian bisa terjadi dimana saja.
Tak hanya di rumah, tapi bisa juga di tempat umum sehingga kadang orangtua dibuat panik sekaligus malu. Sehingga belajar mengenai cara menghadapi anak tantrum adalah sebuah kebutuhan bagi setiap orangtua. Sebab tantrum terjadi pada dasarnya karena anak merasakan sesuatu yang tidak nyaman tapi tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.
Jenis-Jenis Tantrum
Setiap anak menunjukan reaksi tantrum yang beragam, meskipun sering sama-sama terlihat menangis sambil berguling-guling. Ternyata tantrum ini memiliki jenis yang cukup beragam dan tentu wajib dipahami para orangtua. Sejalan dengan pemahaman mengenai tata cara menghadapi anak tantrum. Berikut adalah jenis-jenis tantrum tersebut:
1. Tantrum Manipulatif
Jenis tantrum yang pertama adalah tantrum manipulatif. Tantrum manipulatif adalah kondisi dimana anak tantrum karena keinginannya tidak dituruti sehingga dirinya mengamuk dengan maksud mendapatkan apa yang diinginkan. Tantrum jenis ini paling umum dilakukan oleh anak-anak kepada kedua orangtuanya.
Sebagai contoh, saat anak menginginkan mainan baru yang menurutnya menarik. Namun orangtuanya tidak membelikan karena tidak memiliki uang yang cukup atau karena alasan lainnya. Maka untuk meluapkan emosi, anak kemudian menangis parah dan diikuti reaksi lain yang bertujuan mendapatkan perhatian.
2. Tantrum Frustasi
Jenis tantrum yang kedua adalah tantrum frustasi, yaitu jenis tantrum atau luapan emosi anak yang disebabkan oleh rasa frustasi anak tersebut. Biasanya tantrum jenis ini terjadi karena apa yang dirasakan anak tidak dipahami oleh orang dewasa di sekitarnya.
Sehingga anak tersebut merasa frustasi dan bingung bagaimana menjelaskan apa yang dirasakan kepada orang sekitar. Kebingungan ini kemudian dilepaskan dalam bentuk emosi berlebihan. Misalnya menangis, mengamuk, menyakiti diri sendiri, dan lain sebagainya sebagaimana ciri khas perilaku tantrum pada anak-anak.
Tantrum frustasi biasanya disebabkan oleh keinginan anak menunjukan rasa tidak suka, lelah, haus, lapar, dan sebagainya. Hanya saja karena pemahaman kosa kata yang terbatas maka apa yang dirasakan tidak bisa dijelaskan secara gamblang. Hal ini yang membuatnya menunjukan luapan emosi berlebihan agar dipahami.
3. Tantrum Destruktif
Tantrum destruktif adalah luapan emosi anak secara berlebihan yang ditunjukan dengan perilaku destruktif atau merusak benda di sekitarnya. Pada kondiis ini, anak akan menunjukan luapan emosinya dengan membanting benda di sekitarnya, memukul orang di dekatnya, dan perilaku destruktif lainnya.
Tantrum yang ditunjukan anak pada dasarnya tidak disadari olehnya sendiri. Sehingga efek merusak yang ditunjukan muncul secara tiba-tiba dan tidak disadari oleh anak yang melakukannya. Pada saat hal ini terjadi, orangtua harus paham cara menghadapi anak tantrum agar bisa segera tenang.
Adapun penyebab dari tantrum destruktif sendiri bisa apa saja, intinya adalah segala sesuatu yang bisa membuatnya kesal atau bingung mengekresikan apa yang dirasakan. Bisa karena lapar, haus, tidak suka dengan orang di dekatnya, minta mainan tapi tidak dikabulkan, dan sebagainya.
4. Tantrum Self Damaging
Berikutnya adalah tantrum self damaging yaitu jenis luapan emosi anak secara berlebihan yang diikuti dengan aksi menyakiti diri sendiri. Misalnya menangis histeris sambil menjambak rambut sampai rambut terlepas dari kulit kepala. Bisa juga dengan membanting diri sendiri ke lantai dan sejenisnya.
Sama seperti tantrum jenis lainnya, tantrum jenis ini juga disebabkan oleh sesuatu yang tidak bisa diungkapkan anak dengan kata-kata. Sehingga dirinya memilih meluapkan emosi sambil menyakiti diri sendiri. Tantrum jenis ini yang biasanya paling dikhawatirkan para orangtua, karena efeknya bisa ke tubuh anak.
Cara Menghadapi Anak Tantrum
Memahami betul dari penjelasan di atas bahwa tantrum adalah kondisi dimana anak terkesan mengamuk tanpa sebab. Padahal penyebabnya adalah anak tersebut ingin menyampaikan atau menyatakan sesuatu tapi tidak bisa. Alasan utamanya karena tidak tahu cara menyampaikannya baik dengan kata-kata, ekspresi, dan lain sebagainya.
Tantrum kemudian disebut bisa terjadi karena struktur otak anak belum berkembang secara sempurna. Sehingga anak belum bisa mengenal dan mengendalikan emosi yang dimiliki yang kemudian meluap berlebihan. Maka dalam cara menghadapi anak tantrum yang paling tepat adalah membantu anak mengenali emosinya. Yakni dengan cara-cara berikut:
1. Menamai Emosi yang Dirasakan Anak
Cara pertama yang bisa dilakukan orangtua, baik ayah maupun ibu ketika anak mengalami tantrum adalah memberikan nama atas emosi yang dirasakan anak. Artinya, orangtua perlu memperkenalkan sebutan berbagai perasaan emosi yang dirasakan anak agar bisa dikenal dan dipahami bagaimana meluapkannya dengan benar.
Misalnya, saat anak merasa marah sampaikan ke anak “Rasanya ingin teriak dan memukul sesuatu? Artinya kamu lagi marah. Tapi, jangan memukul apapun. Kalau mau teriak ke bantal aja atau peluk ibu atau ayah saja.”. Lewat cara ini, anak paham apa yang dirasakan disebut dengan marah.
Berikan pula nama atau sebutan untuk semua perasaan yang mungkin dirasakan anak lalu menjadi tantrum. Misalnya lapar rasanya seperti apa, haus itu sensasinya bagaimana, terkejut itu bagaimana, jijik, takut, dan lain sebagainya. Sehingga anak tahu apa yang dirasakan dan bisa mengatakannya supaya orangtua bisa bertindak cepat.
2. Biarkan Anak Merasakan dan Mengenali Emosinya
Cara sederhana kedua untuk mengajarkan anak mengenal emosi dan tidak lagi tantrum adalah jangan meminta anak berhenti meluapkan emosi. Kenapa? Sebab jika anak misalnya disuruh berhenti menangis, maka anak kehilangan kesempatan mengenal dan menyadari emosinya.
Anak akan tetap tidak tahu emosi yang dirasakan disebut apa dan harus disampaikan ke orangtuanya dengan cara bagaimana. Jadi, langkah terbaik yang bisa dilakukan para orangtua adalah membiarkan anak meluapkan emosi. Kemudian membantunya memberi nama emosi yang sedang dirasakan sesuai poin sebelumnya.
Orangtua kemudian bisa menanggapi apa yang diluapkan anak ketika tantrum. Misalnya dengan mengatakan:
“Ga papa nangis, kamu lagi sedih?”
“Kaget ya? Tarik nafas dulu ya sayang.”
Tanggapan yang diberikan membantu anak mendapatkan perhatian, dan biasanya hal ini yang diinginkan anak saat meluapkan emosi secara berlebihan. Dalam tanggapan tersebut, orangtua bisa menyebutkan nama emosi yang dirasakan anak. Sehingga anak meluapkannya, kemudian tahu namanya, dan di kemudian hari bisa menjelaskannya dengan kata-kata bukan sekedar menangis lalu mengamuk.
Jadi, cara menghadapi anak tantrum dan membantunya agar tidak tantrum lagi dimulai dengan melakukan dua hal sederhana di atas. Pertama, adalah memperkenalkan nama-nama emosi yang dirasakan oleh anak. Kedua, biarkan anak merasakan dan meluapkan emosi tersebut agar bisa menyadari rasa dan apa namanya.
Harapannya, anak kemudian bisa tahu saat merasakan sedih misalnya. Maka dia tahu bagaimana mengatakannya kepada ibu atau ayahnya. Sehingga tidak lagi menangis meraung-raung, mengamuk, dan sebagainya yang membuat orangtuanya bingung. Jika anak bisa menjelaskan apa yang dirasakan maka orangtua bisa membantunya. Sehingga tidak perlu emosi lagi.
Apakah Tantrum Berbahaya?
Banyak orangtua yang kemudian mencari tahu apakah tantrum pada buah hati berbahaya? Pada dasarnya, tantrum pada anak tidak berbahaya selama dilakukan di lingkungan yang aman. Peran orangtua dalam menghadapi anak yang tantrum sangat penting agar anak tetap aman. Misalnya dengan melakukan hal-hal berikut ini:
- Menghindarkan anak dari benda pecah belah yang bisa menyakiti anak saat tantrum.
- Dekap anak dengan pelukan erat.
- Ajak anak berkomunikasi, misalnya menanyakan apa yang dirasakan dan sebutkan nama-nama emosi yang mungkin dirasakan anak.
- Sampaikan ke anak apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat emosi. Misalnya jangan memukul benda di dekatnya, melainkan memukul bantal atau memeluk orangtua.
Dengan penjelasan di atas, maka bisa dipahami bahwa tantrum adalah hal lumrah yang menurut penelitian dialami anak berumur 1-3 tahun. Meskipun begitu peran orangtua dalam mengajarkan anak memahami emosinya penting sebagai upaya mencegah tantrum berkepanjangan.